watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
Dosaku terhadap angga

Aku kini benar-benar terbangun setelah mendengar
dengkuran Mas Har beberapa lamanya.
Kuperhatikan dada dan perutnya yang padat lemak
itu naik-turun seirama dengan suara dengkur yang
makin menjengkelkanku. Aku turun dari ranjang
dan berjalan menuju cermin besar di kamar tidur
kami. Kupandangi dan kukagumi sendiri tubuh
telanjangku yang masih langsing dan cukup
kencang di usiaku yang tigapuluhan. Kulitku masih
cukup mulus dan putih, payudaraku tetap bulat dan
kenyal, pas benar dengan bra 37B warna pink
favoritku saat kuliah. Dan wajahku masih halus,
semua terawat oleh kosmetik yang aku dapatkan
dari uang Mas Har.
Ah, aku masih sangat menarik. Tentu saja, tanda-
tanda ketuaan tak bisa dihindari, namun tubuhku
belum pernah melar karena hamil, apalagi
melahirkan. Aku masih ingin meniti karierku, aku ini
wanita yang menikmati kekuasaan. Dan menikah
dengan Mas Har membuka lebar-lebar kesempatan
untuk meraih ambisi itu. Kualihkan pandangan pada
sosok lelaki tambun di ranjangku. Mas Har yang
dulu tampil sangat jantan, bisa sangat berubah
dalam waktu 12 tahun. Rambut halus di dada dan
perutnya dulu yang selalu membuatku bergairah
bila dipeluknya, kini tumbuh makin lebat dan liar,
sedangkan Mas Har tidak pernah mau
mencukurnya. Perutnya yang kokoh dulu kini
ditutupi oleh selimut lemak yang sangat tebal.
Memang otot dada dan tangannya yang kekar
masih bertahan. Namun kalau aku bercinta dengan
Mas har sekarang, rasanya aku sedang ditiduri oleh
seekor gorilla. Memuakkan.
Meski begitu, hasratku akhir-akhir ini makin tak
tertahankan. Seringkali, akulah yang meminta
duluan ke Mas Har untuk memuaskan nafsuku.
Namun gara-gara stamina Mas Har yang loyo di
usianya yang setengah abad lebih, aku hampir pasti
tidak terpuaskan dan kebanyakan aku sendiri yang
menyelesaikan "tugas" Mas Har. Sama seperti yang
terjadi sore ini, tinggal sebentar lagi aku merasakan
orgasme, tiba-tiba Mas Har keluar, dan dengan
napas tersengal-sengal ia membelai-belai tubuhku
kemudian tertidur lelap di sampingku. Lagi-lagi
harus jari-jariku sendiri yang memuaskanku. Aku
sudah tak tahan. Aku tidak peduli lagi pada nilai dan
norma yang berlaku bagiku sebagai perempuan.
Kubulatkan tekadku, kemudian aku pergi ke kamar
mandi untuk membersihkan diri dari bekas
cumbuan suamiku yang memuakkan.
Selesai sarapan Mas Har pamit padaku dan
mengatakan betapa menyesalnya dia harus
meninggalkanku akhir pekan ini ke Singapura, demi
kepentingan lobby perusahaannya. Mas Har
memang pernah menawarkan padaku untuk pergi
bersamanya, tapi aku menolak dengan alasan aku
lelah dengan pekerjaan kantorku dan sedang tidak
ingin pergi begitu jauh hanya untuk berbelanja. Dan
kesempatan ini akan aku gunakan sebaik-baiknya.
Sore ini aku akan punya kegiatan yang lebih menarik
dari sekedar berbelanja, di Singapura sekalipun.
Supir kami mengantar Mas Har pergi dan 30 menit
kemudian aku pergi menuju kantor membawa
sedanku sendiri.
Setelah makan siang aku kembali ke kantor dan
menyelesaikan sebagian pekerjaanku hari itu dan
dua jam sebelum waktu pulang, aku menyerahkan
sisa pekerjaan itu ke bawahanku. Mereka tidak terlalu
senang dengan tugas mendadak itu, tapi
nampaknya mereka sudah terbiasa dengan
perangaiku. Mereka paham bahwa aku tidak ingin
menjadi lelah, karena sepulang kerja nanti aku akan
pergi bersama teman-temanku, eksekutif wanita
muda yang lain. Hanya saja mereka tidak tahu kalau
hari itu, aku sudah membatalkan acara jalan-jalan
kami.
Kukemudikan sedanku ke arah rumahku, namun
kemudian berbelok menuju tempat lain. Sekitar 15
menit kemudian aku berhenti di samping sebuah
lapangan basket di dalam suatu perumahan. Di sana
sejumlah remaja SMU sedang bermain. Aku turun
dari mobilku dan duduk di samping lapangan
tempat tas-tas mereka diletakkan, lalu menyaksikan
permainan mereka. Salah satu dari mereka,
mengenakan kostum basket warna merah, yang
kemudian melihatku, tersenyum dan melambaikan
tangannya. Aku membalas dengan cara serupa. Dia
adalah Angga, anak salah satu bawahanku yang
sedang kutugaskan pergi ke luar kota selama
beberapa hari. Hubunganku dengan keluarga
mereka cukup akrab untuk mengetahui bahwa
Angga mengikuti latihan basket dua kali seminggu di
sana.
Sepuluh menit kemudian permainan berakhir dan
sejumlah remaja itu menuju ke tas mereka, yaitu ke
arahku. Aku berjalan menuju Angga membawa
sebotol minuman yang sudah kusiapkan pagi tadi.
"Ang, minum dulu nih. Ternyata tadi di mobil Tante
masih ada sebotol", tawarku.
"Oh iya, Tante, makasih!", jawabnya tersengal.
Nampaknya ia masih kelelahan. Angga mengambil
botol dari tanganku dan segera menghabiskan
isinya. Kami berjalan menuju tasnya. Dan ia
mengeluarkan handuk untuk menyeka keringatnya.
Aku mengintip sebentar ke dalam tasnya dan
bersyukur aku memberikan botol minumanku
kepada Angga sebelum ia sempat mengambil
minuman bekalnya sendiri.
Sebagai pemain basket, Angga cukup tinggi. Dari
tinggi badanku yang 168 cm kuperkirakan kalau
tinggi Angga sekitar 180-an cm. Bisa kuperhatikan
tangan Angga cukup kekar untuk anak seusianya,
sepertinya olahraga basket benar-benar melatih
fisiknya. Figur badannya menunjukkan potensinya
sebagai atlet basket. Aku beralih ke wajahnya yang
masih nampak imut walau basah oleh keringat.
Dengan kulit yang kuning, wajahnya benar-benar
manis. Aku tersenyum.
Setelah menyeka wajahnya, Angga
memperhatikanku sebentar dan berkata, "Tante Nia
dari kantor? Kok pake ke sini?"
"Nggak, males aja mau ke rumah, enggak ada
temannya sih. Om Harry lagi ke Singapura. Jadi
tante jalan-jalan.. terus ternyata lewat deket-deket
sini, sekalian aja mampir.." ujarku setengah
merajuk.
Ia beralih sebentar untuk ngobrol dan bercanda
dengan temannya.
"Sama dong Tante, Angga lagi males nih di rumah,
nggak ada orang sih!"
"Nggak ada orang? Ibu sama adik kamu ke mana?"
"Nginep di rumah nenek, besok sore pulang. Aku
disuruh jaga rumah sendirian". Angga menaruh
handuknya dan duduk di sampingku.
"Oh, kebetulan banget ya.." kata-kata itu tiba-tiba
terlepas dari mulutku.
Yang dikatakan Angga benar-benar di luar
dugaanku, tapi justru membuat keadaan jadi lebih
baik. Aku tidak perlu bersusah payah untuk mencari
tempat ber..
"Kenapa, Tante? Kebetulan gimana?"
"Iya, kebetulan aja kita sama-sama cari teman.."
Angga tersenyum.
"Sebenarnya.. Ehh.. Tante ada perlu sih ke
rumahmu. Ada file laporan penting yang harus
diambil segera, padahal papa kamu masih di luar
kota. Kira-kira bisa nggak ya, tante ke rumahmu
ngambil file itu? Tante sudah bilang kok sama Papa
kamu, katanya tante disuruh ngambil aja di
rumah.."
"Oh, nggak apa-apa kok. Cuma mungkin agak lama
ya, Tante. Soalnya aku musti cari-cari kunci
cadangannya lemari papa. Biasanya selalu dikunci
sih, kalau pergi-pergi. "
"Nggak masalah, Tante nggak buru-buru. Kita pergi
sekarang?".
Angga mengangguk lalu kami berjalan menuju
mobilku. Angga melambaikan tangan pada teman-
temannya dan meneriakkan kata-kata perpisahan.
Kuperhatikan teman-teman Angga saling berbisik
dan tertawa-tawa kecil melihat kami pergi.
"Di rumah benar-benar nggak ada orang yah, Ang?"
"Cuma aku doang, Tante. Untungnya sih Mama
ngasih uang lumayan buat cari makan."
"Aduh.. Kaciann.." kataku manja. "Tapi biasanya
seumuran kamu pasti ada pacar yang nemenin
kemana-mana kan.."
Angga menoleh dan tersenyum padaku. "Wah,
Angga nggak punya Tante. Belum ada yang mau!"
"Ah, masa? Cowok keren kaya kamu gini loh!"
Kutepuk pelan lengannya, mencoba merasakan
sejenak kekokohannya. "Kalau Tante sih, sudah dari
dulu Angga tante sabet!"
Angga hanya tertawa ramah, ia sudah biasa dengan
gaya bercandaku yang agak genit itu. Padahal
sebenarnya, sosok Angga benar-benar sudah
mempesonaku saat ia diperkenalkan padaku dan
Mas Har setahun yang lalu.
Perjalanan ke rumah Angga memakan waktu sekitar
30 menit karena jalanan sudah penuh oleh mobil-
mobil orang lain yang menuju rumah masing-
masing. Dalam perjalanan aku tetap memperhatikan
Angga. Aku ingin tahu apakah minuman yang tadi
Angga minum sudah menunjukkan reaksinya.
Biasanya aku menggunakan obat itu untuk
memancing nafsu Mas Har dan mempertahankan
staminanya. Aku mungkin sudah gila.. Mencoba
untuk tidur dengan bocah SMU anak pegawaiku
sendiri.. Tapi biarlah.. Gelegak di diriku sudah tak
mampu lagi aku bendung.
Tadi pagi aku memberikan dosis ekstra pada
minuman yang kuberikan pada Angga, dan
sekarang aku penasaran akan efeknya pada tubuh
muda Angga. Bisa kulihat sekarang napas Angga
mulai naik-turun lagi setelah sempat tenang duduk
dalam mobil. Duduknya juga nampak sedikit
gelisah. Aku menepi. Kami sudah sampai.
Ia membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk.
Aku duduk nyaman di sofa ruang tamu dan ia
menuju dapur untuk menyiapkan segelas minuman
buatku. Rumah Angga tidak besar, sekedar cukup
untuk tinggal empat orang. Sekali lagi aku
menanyakan pada diriku sendiri, apakah aku ingin
melakukan hal ini.. Dan sedetik kemudian aku
menjawab: aku memang benar-benar
menginginkannya..
Kutanggalkan jas dan blazerku, menyisakan sebuah
tank-top putih untuk melekat di bagian atas tubuhku.
Tadi pagi aku sudah mematut diri di kaca dengan
tank-top ini. Sebenarnya ukurannya sedikit lebih kecil
dari ukuranku, hingga cukup ketat untuk
memperlihatkan dengan jelas bentuk payudaraku,
bahkan puting susuku. Aku tersenyum geli ketika
meihat diriku di cermin pagi itu. Rok miniku kutarik
sedikit lebih tinggi, dan kusilangkan kakiku
sedemikian rupa hingga Angga yang nanti kembali
dari dapur akan memperhatikan pahaku yang
mulus.
Angga keluar beberapa menit kemudian
membawakan segelas sirup dengan batu es. Ia
terdiam sejenak sebelum melanjutkan langkahnya
menuju meja di depanku.
"Panas banget, Ang. Makanya Tante copot
blazernya", kataku setengah mengeluh.
"Iya, memang di sini nggak ada AC seperti di rumah
Tante".
Suara Angga sedikit terbata, nafasnya naik-turun,
dan mencoba tersenyum. Kulihat Angga juga
berkeringat, tapi aku tahu hal itu bukan hanya karena
panas yang ada di ruang tamu ini. Aku mengambil
gelas yang dingin itu dan menggosokkannya pada
bagian bawah leherku yang berkeringat. Segar
sekali..
"Ahh.. Seger baget Ang. "
Angga menelan ludahnya. Kuminum sedikit sirup
itu.
"Uhh.. Top banget. Enak, Ang", ujarku setengah
mendesah.
"Hmm.. Tante.. Angga.. Angga cari kunci lemarinya
papa dulu ya.." kata Angga. Anak ini pemalu juga,
kataku dalam hati. "Oh, iya deh, Tante tunggu. "
Angga kemudian bergegas menuju satu lemari
besar di samping sofa dan mulai membuka laci-
lacinya.
Aku bersabar sedikit lebih lama. Aku tahu dari
tingkah laku Angga yang makin gelisah, kalau obat
itu sebentar lagi akan benar-benar memberi efek.
Setelah 10 menit mencari dan belum menemukan
kuci itu. Aku berjalan ke arah Angga yang masih
membungkuk, mencari kunci itu di salah satu laci.
"Ang.. Apa nggak lebih baik.."
Angga lalu berdiri dan membalikkan badannya
menghadapku. Aku tahu dia sempat mencuri
pandang ke arah dadaku sebelum melihat wajahku.
Ia menelan ludahnya. Aku mendekat padanya
hingga jika aku melangkah sekali lagi tubuhku akan
langsung bersentuhan dengannya. Angga mencoba
mundur, tapi lemari besar itu menghalanginya.
"Kenapa..? Tante..?", nafasnya terasa menyentuh
dahiku.
Aku mendongak sedikit, menatap wajahnya.
"Lebih baik kamu.."
Tanganku meraba otot bisepnya, padat..
"Mandi dulu.."
Tanganku yang satu menyentuh tepi bawah kostum
basketnya..
"Terus ganti baju.."
Kedua tanganku mulai mengangkat kausnya..
"Kan, kamu keringetan gini.."
Tanganku setengah meraba otot-otot perutnya yang
keras sambil terus membawa kausnya ke atas..
"Nanti.. Kuncinya.. Dicari lagi.."
Dadanya cukup kokoh, dan terasa sekali paru-
parunya mengembang dan mengempis semakin
cepat, jantungnya berdegup kencang.. Wajahku
terasa panas, jantungku ikut berdetak cepat. Angga
mengangkat lengannya dan berkata, "Ya Tante.."
Tapi suara Angga lebih mirip desahan berat.
Kuangkat lagi kausnya ke atas dan Angga dengan
cepat meneruskan pekerjaanku dan kemudian
melemparkan kausnya ke samping. Angga sekarang
bertelanjang dada, dengan celana selutut masih
dikenakannya. Aku merapatkan badanku padanya
namun tiba-tiba aku berhenti setelah merasakan
sesuatu mengenai perutku. Aku mundur sedikit dan
melihat ke arah dari mana sentuhan di perutku
berasal.
"Oh..!", bisikku sedikit terkejut.
Dari dalam celananya terlihat tonjolan yang cukup
panjang dan besar. Penis Angga.. Siluetnya terlihat
jelas dari celana basketnya yang longgar. Aku
melihat wajah Angga. Ia juga melihat tonjolan di
celananya itu, sedikit terkejut, kemudian melihatku.
Napasnya menderu.
"Eh, maaf tante.. aku.. Nggak pernah.. Pake.."
"Celana dalam? Nggak.. Pernah..?" potongku.
Ia hanya menggeleng dan kembali menatapku.
Aku tersenyum. "Nggak apa-apa.. Lebih baik gitu.."
Wajah imutnya memperlihatkan keterkejutan. Tapi
aku segera kembali merapatkan tubuhku dan maju
lebih berani. Kucengkram batang kemaluannya dari
luar celananya. Angga napak semakin terkejut dan
badannya berguncang sedikit. Kemudian semua
berjalan menuruti nafsu kami yang bergelora.
Angga memelukku, membawa bibirku rapat ke
bibirnya dan melakukan ciuman paling bernafsu
yang pernah aku terima dalam satu dekade ini.
Lidahnya bergelut liar dengan lidahku, bibirku
digigitnya pelan.. Kupegang kepalanya dan
kurapatkan terus dengan wajahku. Kuacak-acak
rambutnya seakan aku ingin seluruh tubuhnya
masuk ke dalam ragaku.
Angga mencoba menyudahi ciuman itu. Aku
khawatir ia akan menolak untuk bertindak lebih jauh,
hingga aku tidak membiarkannya. Tapi aku sudah
sulit mengatur napasku, dan akhirnya kulepaskan
wajahnya. Aku tersengal, mencoba menghirup
udara sebanyak-banyaknya. Ternyata Angga sama
sekali tidak berhenti. Saat aku ditaklukkan nafsu saat
berciuman tadi, Angga sudah berhasil melepaskan
tank-topku tanpa sedikitpun aku menyadarinya.
Tank-top itu kini berada di bawah kakiku. Dan kini
Angga mulai menghisap dan menjilati leherku
dengan buas.
"Ohh.. Anngghh.." ini dia yang selama ini
kudambakan, gairah dan energi yang begitu
meluap..
Lidah Angga bergerak lagi ke bawah.. Membasahi
belahan dadaku.. Berputar sebentar di sekitar puting
kiriku, memberikan sensasi geli yang nikmat..
Kemudian Angga melahap payudaraku.
"Ouuhh.. Kamu.. Ahh.. Kurang ajar yahh..
Hmmpphh.. Terusin Anngg.. Ahh.. Mmmhh.."
Bocah ini.. Benar-benar bernafsu.. Ia lalu melakukan
hal sama pada payudaraku yang sebelah kanan dan
segera membawaku ke ambang orgasme.. Aku
merasakannya.. Sedikit lagi.. Tapi ia tiba-tiba
berhenti, membuatku melihat ke bawah, ingin tahu
apa yang terjadi. Ia berlutut, dan mencoba
melepaskan rok miniku. Tanganku bergerak cepat
membantu Angga dan dua detik kemudian rok itu
sudah jatuh ke lantai. Aku mencoba melepaskan
pula celana dalamku, namun Angga lebih cepat.. Ia
merobeknya.. Sejurus kemudian lidahnya beraksi
lagi.. Dalam liang kewanitaanku..
"Anggahh.. Kamuhh.. Nggak sopann.."
Kumajukan pinggulku, rasanya aku ingin
membenamkan seluruh wajah Angga ke dalam
vaginaku.. Lidah Angga yang tak terlatih,
membuatku harus membantunya menyentuh
daerah yang tepat dengan menggerakkan kepala
bocah itu.
"Uuuhh.. Di sini Anngghh.. Ohh.. Yeeaahh..!!"
Angga terus bergerilya dalam gua-ku hingga aku
merasakan gelombang kenikmatan yang hebat.
"Angghh.. Tante.. Mau.. Aaahh!!"
Tubuhku menggeliat seiring dengan orgasme yang
melandaku. Angga dengan liar menjilati cairan-ku
sampai tetes yang terakhir. Kakiku terasa lemas..
Pelan-pelan aku terduduk.. Dan kemudian berbaring
di lantai.. Merasakan sisa-sisa kenikmatan yang telah
Angga berikan sambil terengah-engah..
Aku melihat ke arah Angga. Ia juga sedang
terengah-engah. Badannya berdiri kokoh di
hadapanku. Badan kekarnya yang berkeringat,
berkilat oleh pantulan matahari sore yang
menerobos jendela kamar. Dan.. Tak ada lagi celana
basket yang melekat di badan itu. Pistolnya..
Mengacung tegak ke arahku. Batangnya begitu
besar.. Pasti lebih dari 20 cm, dan tebal. Rambut
tipis dari kemaluannya berlanjut ke atas menuju
pusarnya. Oh.. Begitu muda dan gagah..
"Tante.. Aku.."
"Giliran Tante, Ang!"
Aku berdiri, menghimpit tubuhnya dan menjilati
badan remaja itu. Tangannya yang kuat mengelus
mendekapku sambil mengusap punggungku. Saat
kugigit-gigit putingnya, Angga mendesah perlahan
dan rambutku diacaknya. Tanganku dengan mudah
mendapati penisnya, kemudian kukocok pelan.
Sementara itu lidahku mengembara di otot-otot
perut Angga.
Kini aku sampai pada pusarnya. Lidahku terus
bergerak turun dan kulahap pucuk batang
kejantanan Angga. Angga menggeram. Kukulum
batangnya dan aku puas mendengar Angga terus
mendesah.
"Ooohh.. Tante.. Ahh.."
Kucoba untuk menelan lebih dalam, tapi ukuran
penis Angga terlalu besar. Sudah saatnya..
"Ayo Ang, biar tante ajarin caranya jadi lelaki.."
Kuajak dia berbaring di lantai, lalu pelan-pelan aku
duduk di perutnya sambil memasukkan pistol
Angga ke 'sarung'-nya, memastikan agar aku
mendapatkan kenikmatan yang aku mau.
"Aaahh.. Angga.. Punya kamuhh.. Besaarr.. Uuhh.."
Aku membelai dadanya, dan mulai bergerak naik-
turun. Angga melenguh dan memejamkan mata,
meresapi setiap gerakan yang kubuat.
"Uuuhh.. Eegghh.. Aduhh.. Nggak pernah.. Angga..
Ngerasain.. Enak kaya ginihh.."
Setelah mulai terbiasa dengan ritmeku, Angga
membuka matanya. Tangannya memegang kedua
payudaraku yang naik turun.
"Tante Nia.. Oohh.. Seksi banget.. Ahh.."
Ia memerasnya.. Dan terasa sangat nikmat.. Kini aku
yang menghayati permainan Angga. Tapi aku
segera tersadar, kali ini AKU yang akan memuaskan
Angga.
Aku mempercepat gerakanku, sambil sesekali
memutar-mutar pinggulku.
"Ohh.. Tante.. Terusiinn.. Enaakk.. Aahh..
Mmmhh.."
Tangannya beralih ke pantatku, mencoba ikut
mengatur ritmeku. Kuberikan apa yang Angga
minta, kujepit batangnya dan aku semakin
bergoyang menggila.
"Gini kan.. Mau kamu, Angghh.. Ehh.."
"Uhh.. Yaa.. Ohh.. Aaagghh.. Kenceng bangett.. Ayo
tante.."
Aku bagai lupa daratan, kenikmatan yang kurasa
benar-benar membius, dan sebentar lagi.. Tinggal
sebentar..
"Tantee.. Oooaagghh!! Oh, yeaahh!!"
"Annggaa.. Aaagghh.. Ohh.. Ohh.."
Aku merasakan kenikmatan paling dahsyat dalam
hidupku, bersamaan dengan ejakulasi Angga. Kami
berpelukan, berguling sementara Angga masih
meneruskan tikaman penisnya dalam vaginaku,
membawaku semakin jauh dari dunia ini..
"Ohh.. Anggaa.. Ohh.. Kamu.. Udahh.. Bukan
perjaka.. Lagi.. Ahh.."
Ia menciumiku, memanjakan payudaraku,
membelai-belai rambutku..
Dengan napas yang tersengal-sengal Angga berbisik
di telingaku,
"Duhh.. Nggak nyangkah.. Tante.. Nakal banget..
Ahh.. Tapi Angga.. Suka.. Dinakalin.. Tante.. Ehh..
Kontol Angga masih ngaceng nihh.. ehh.. Mau Tante
apain lagi..?"
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/1248
U-ON

inc Powered by Xtgem.com